DAGING DARI LIMBAH

 


_Ilmu hikmah


Wayan Supadno


Indeks asupan daging masyarakat Indonesia masih tergolong sangat rendah yaitu 2,57 kg/kapita/tahun (BPS). Itulah banyak pihak menganalisa jadi sebab tingginya prevalensi stunting malnutrisi hingga 21,6% (BPS). Tertinggi peringkat 2 di Asean dan ke 5 di Dunia.


Asupan daging yang rendah itu pun masih didatangkan dari impor sebanyak 462.000 ton kuota tahun 2024 ini. Jika dianggap 350 kg/ekor sapi setara 2,5 juta ekor sapi/tahun jumlah impor kita. Meroket sejak 25 tahun terakhir ini. Mereduksi peran peternakan Indonesia.


Jika dikumpulkan jumlah impor sapi puluhan juta ekor, dalam rupiah ratusan triliun menguras devisa kapital terbang. Ironisnya populasi sapi Indonesia turun dari 14,3 juta 2013, tinggal 11,6 juta 2023 (Sensus Pertanian 2023). Proses depopulasi.


Inilah yang disebut sebagai Gagal Manajemen PPIC (Production, Planning and Inventory Control). Gagal mengelola neraca sapi. Gagal membina peternak sapi kerbau. Padahal triliunan dana APBN pajak rakyat dikelola ribuan ahlinya di jajaran Kementan.


Jika dana triliunan per tahun saja gagal hingga depopulasi sapi kerbau padahal dikelola oleh para pakar jadi pejabatnya. Lalu mau dipercayakan kepada siapa lagi. Inilah bukti bahwa makin tinggi posisi, makin tinggi karena kepercayaan, bukan karena peran teknisnya. Esensi leadership.


Lebih lucu lagi, PT Berdikari (BUMN) yang tupoksinya penyediaan protein hewani. Ikutan lomba impor daging dan sapi jantan siap potong. Bukan impor sapi bakalan betina calon indukan agar berbiak lalu anakannya yang jantan dipanen. Sama sekali tidak masuk akal normal.


Logikanya, impor sapi bakalan betina calon indukan lalu dipasarkan ke masyarakat sentra pakan murah karena berlimpah, misal di Kalimantan. Agar makin swasembada bukan depopulasi. Agar tercipta lapangan kerja masyarakat peternakan di pedesaan dan terbangun mental bangga jadi peternak Indonesia.


Ilmu hikmahnya dari data fakta di atas bahwa Kementan cq. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dan PT Berdikari " telah gagal total " karena konsisten ingkar dengan ajaran di kampusnya " Breeding is leading ". Bukannya makin " Importing is leading ". Oalah. Hemm. Lucu sekali.


Solusinya ?


Menimbang badan di depan cermin agar tahu diri. Mawas diri. Mana yang jadi sebab tidak rapi. Dihargai ajaran di Kampusnya adakah ajaran yang diingkari selama ini hingga impor makin meroket paralel depopulasi sapi kerbau dan menguras devisa puluhan triliun per tahun. Sekaligus jadi sebab stunting tinggi.


Jika impornya setara 2,5 juta ekor sapi jantan per tahun. Sama artinya 2 tahun lalu anak dari indukan 6 juta ekor di luar negeri sana. Beranak 5 juta jantan betina, 50%-nya jantan setara 2,5 juta ekor itulah yang kita impor. Artinya Indonesia defisit sapi indukan 6 juta ekor. Harus diatasi cepat impor indukan 6 juta ekor. Praktis logis.


Empiris, saya breeding sapi harga pokok produksi (HPP) bisa Nol. Karena pakannya hanya limbah sawit dan menanam hijauan inovasi dari UGM " Gama Umami ". Agar Nol HPP limbah sapi feses urine dijadikan sumber pendapatan rutin. Di BJA Farm Pusat Hilirisasi Inovasi Ekonomi Sirkular Nol Limbah Pangkalan Bun Kalteng.


*" Tuhan tiada kan mengubah nasib sebuah bangsa, jika bangsa tersebut tiada berusaha mengubah nasibnya sendiri. Begitu juga Bangsa Indonesia milik kita ini. "*



Salam Bangkit 🇲🇨

Wayan Supadno

Pak Tani

HP 081586580630

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Matinya Demokrasi Kampus Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama)

PT. Bina Indocipta Andalan bekerjasama dengan DJP mengadakan Webinar dengan tema "Pemadanan NIK Menjadi NPWP"

Bantu Kesulitan Warga, Kodim 0618/Kota Bandung Hadir Melalui Pemeriksaaan Kesehatan ( Tensi Gratis) di Lapangan Gasibu